Bintuni (KADATE) – Bertempat di Distrik Bomberay kabupaten Fakfak, pada Sabtu (25/8) atau hari ini berlangsung pertemuan antara dua kabupaten Fakfak dan Teluk Bintuni terkait tapal batas kedua kabupaten yang juga punya keterkaitan dengan kehidupan masyarakat setempat.
Bupati Teluk Bintuni Ir. Petrus Kasihiw MT yang didampingi Kapolres AKBP Andriano Ananta, SIK serta sejumlah pejabat termasuk petinggi TNI di kabupaten dan para tokoh masyarakat adat hadiri pertemuan tersebut.
Pada hari Jumat (24/8) siang dengan menggunakan Kapal (Speedboat) yang baru dibeli Pemkab Bintuni bernama Orosa serta speedboat lainnya tiba dan bermalam di Distrik Aroba.
Pada Sabtu pagi hari sebelum menuju ke Bomberai lewat jalan darat dengan kendaraan mobil, Bupati Petrus Kasihiw memberikan arahan agar tim dari kabupaten Teluk Bintuni dapat menghadiri pertemuan itu dengan baik.
Dikesempatan itu, Kapolres Teluk Bintuni AKBP Andriano Ananta, SIK meminta agar semua yang ikut hadiri pertemuan dapat menjaga keamanan dan ketertiban.
Terkait pertemuan tersebut, Anggota DPRD Papua Barat Fraksi OTSUS Sahaji Refideso menyatakan harapannya agar pertemuan tersebut berjalan lancar. Baginya keputusan yang diambil pasti berdampak pada kelangsungan hidup anak cucu masyarakat yang berada di daerah tapal batas itu.
Maka harus lebih mempertimbangkan masa depan generasi, dan hindari membuat keputusan yang dapat mengakibatkan permusuhan antar generasi di masa depan.
“Kepada kedua pihak agar hindari emosi, keangkuhan dan kesombongan tapi lakukanlah dengan hati dan mohon kepada Tuhan agar dimudahkan urusan, Insya Allah Tuhan menolong apa pun kesulitan yang saudara-saudara hadapi, Aamiin YRA,” ungkap Sahaji Refideso melalui pesan WhatsApp pada grup Kadate Bintuni.
Sahaji yang juga salah satu putra Teluk Bintuni di legislatif Papua Barat itu lalu menyarankan agar masalah ini selesaikan dengan hati. “Tradisi ini yang orang tua wariskan kepada kita dalam menyelesaikan masalah-masalah adat.
Sebab klaim tapal batas adat itu berkaitan dengan keyakinan kedua pihak atas wilayahnya masing-masing berdasarkan kehidupan berburuh, meramu, berkebun, dan lain-lain. Hal demikian diakui dan disepakati secara lisan tidak ditulis. kesepakan inilah yang diwariskan secara turun temurun,” tandasnya. [Daniel]