BINTUNI, kadatebintuni.com ~ Menyoal kondisi listrik Bintuni yang selalu mengalami trouble, butuh penanganan khusus dari seluruh stakehokder yang berkepentingan dalam mengatasi permasalahan listrik di Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat.
Hal tersebut diutarakan Ir. Dominggus Adrian Urbon selaku Konsultan Jasa pada beberapa perusahaan besar di Provinsi Papua Barat kepada kadatebintuni.com beberapa waktu lalu via ponsel menanggapi krisis listrik Bintuni yang kerap terjadi akhir-akhir ini.
Menurutnya, Bintuni sebagai kabupaten dengan APBD terbesar di Papua Barat, dengan segudang hasil kekayaan alamnya yang melimpah, seharusnya tidak susah listrik seperti ini.
“Sebetulnya Bintuni tidak harus susah listrik seperti yang di hadapi saat ini. Listrik padam terus, masyarakat mengeluh, kapasitas kerja menurun dan alat elektronik milik masyarakat banyak yg rusak,” ujarnya.
Dijelaskan pria yang kerap disapa Dom Urbon ini, penanganan khusus listrik Bintuni sudah diawali dalam bentuk kerjasama antara Pemkab Teluk Bintuni dan BP Tangguh terkait suplai daya sejak beberapa tahun yang lalu, namun kata dia butuh keseriusan lebih lanjut dari pihak terkait.
“Awal mulanya BP Tangguh pernah menanyakan kepada Pemda TB pada saat itu tentang kebutuhan listrik kota Bintuni terkait berapa jumlah mega watt (MW) listrik yg dibutuhkan Bintuni. Biar nanti BP supplay listrik ke Bintuni,” ujar salah satu pria terbaik 7 Suku Bintuni itu.
Lanjutnya, rincian kebutuhan listrik jelas dan terukur karena BP harus pertanggungjawabkan kepada Pemerintah Pusat via Kementerian ESDM dan Pemerintah Provinsi serta Kabupaten Teluk Bintuni terkait dengan CSR-nya termasuk kemungkinan overload yang merembet ke-10% PI.
“BP ini perusahaan bisnis, segala sesuatu itu bisnis jadi harus jelas dan diperhitungkan dengan pemerintah secara akurat dan bertanggung jawab sesuai kontrak dan kewajiban mereka dalam regulasi yang berlaku,” kata dia.
Namun dalam beberapa pertemuan antara Pemkab dan BP tidak mencapai kata sepakat soal substansi kebutuhan listrik yang harus dipenuhi oleh BP Tangguh, dan kemudian BP Tangguh tetap melaksanakan kewajibannya dengan menyuplai terbatas yakni sebesar 4000 Kw / 4 Mw.
“Berapa jumlah kepala keluarga (KK) yang harus diberikan listrik secara gratis dengan kapasitas 450/900 watt, berapa jumlah KK yang harus diberikan listrik bersubsidi dengan kapasitas watt tertentu, berapa jumlah KK yang harus membayar listrik secara penuh termasuk perusahaan dan sektor jasa yg ada di Bintuni, kemudian di tambah dengan proyeksi kebutuhan listrik Bintuni beberapa tahun pembangunan kedepan. Hal ini deadlock dan BP tetap menjalankan kewajibannya menyuplai 4 Mw,” ucapnya menerangkan.
Berdasarkan pengalamannya ketika terlibat dalam Tim kerjasama Pemkab Manokwari dan SDIC Conch (Semen Maruni), dijelaskan Dom Urbon bahwa saat itu Timnya bersama Konsultan Apraisal (Listrik) benar-benar melakukan kajian mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan terutama ketika berbicara proyeksi kebutuhan listrik hingga 10 – 15 tahun kedepan secara bertahap, hingga tercapai kesepakatan antara perusahaan (SDIC Conch) yang menyediakan daya, sementara PLN (Area Manokwari) bertugas menyediakan maupun merehabilitasi jaringan dan pengelolaan managemen.
“Pengalaman Manokwari juga bisa kita aplikasikan ke Bintuni. Bersama konsultan Apraisal dari PLN khusus untuk lakukan survey kebutuhan listrik Bintuni. Kemudian lakukan analisa cash flow plus logical frameworknya untuk detail kebutuhan listrik Bintuni. Selanjutnya Pemda TB bicarakan dengan Gubernur Papua Barat, Kementerian ESDM, SKK Migas dan BP Tangguh untuk menetapkan suplai listrik/kontrak ke Bintuni sesuai kebutuhan dan proyeksi 10-20 tahun kedepan,” jelasnya.
“Bila perlu berbekal pengalaman ketika terlibat dalam pengurusan kerjasama antara Pemkab Msnokwari dan Pabrik Semen Maruni saya bersedia bantu tutor dengan tim konsultan apraisal saya untuk dapat mengatasi soal listrik di Bintuni,” tutupnya sedikit bergurau. [mondo]