SORONG, KadateBintuni.com – Sebagaimana diketahui dalam rapat kerja komisi V DPR RI dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) RI beberapa hari kemaren yang mana ada pernyataan salah satu anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua Barat yang menyoroti soal kesejahteraan tenaga pendamping di Papua Barat.
Yang menyatakan bahwa pendamping-pendamping desa di Papua Barat adalah kelompok yang paling makmur karena bekerja sama dengan aparat kampung untuk mengatur pelaporan pertanggungjawaban dana kampung, yang kemudian tidak diterima baik oleh Abdullah Gazam sebagai ketua DPW PKB Papua Barat yang juga adalah anggota DPR Papua Barat.
Dalam sorotannya, Abdullah Gazam mengatakan bahwa, “kalau boleh jujur saya sebelum menjadi anggota DPR Papua Barat juga pernah menjadi tenaga pendamping di program Kementerian PDTT beberapa tahun lalu, oleh karena saya merasakan betul betapa menderitanya sebagai pendamping terutama mereka yang berada di kampung-kampung.
Olehnya itu dalam beberapa kesempatan saya bersama Pak Menteri, selalu saya menyampaikan dan meyakinkan ke beliau bahwa harus ada pengecualian untuk Papua dan Papua Barat soal kesejahteraan tenaga pendamping yang di dalamnya soal honor dan tambahan operasional lainya perlu diperhatikan, mengingat tanah Papua yang begitu luas dengan letak geografis yang begitu berat tidak sebanding dengan tugas dan tanggung jawab yang di bebankan negara kepada para pendamping.”
Lanjut Gazam bahwa honor plus operasional dan asuransi yang mereka Pendamping Lokal Desa (PLD) terima hanya berkisar sekitar Rp. 2.675.000 sesuai acuan regulasi yang diatur dalam SK Menteri Desa, PDTT RI Nomor 29 Tahun 2020 untuk Kabupaten Wondama misalnya. “Saya mau ajak kalian pakai akal sehat saja apa uang segitu cukup kah,” tanya Gazam dengan nada kesal.
Pakai logika saja, uang segitu hanya untuk operasional dan transportasi saja sudah habis di jalan, belum lagi komunikasi koordinasi dan pelaporan per bulan.
“Sebagai anggota DPR RI dari Dapil Papua Barat seharusnya sudah paham betul tentang kondisi Papua, semestinya beliau turut serta memperjuangkan penambahan alokasi anggaran kepada para tenaga pendamping di Papua Barat baik itu diminta ataupun tidak diminta,” tegas Gazam sapaan akrabnya.
“Kalaupun ada satu atau dua oknum pendamping yang melakukan praktek sebagaimana yang disampaikan oleh Pak Jimmy itu mestinya harus di buktikan dengan fakta dan data yang akurat, sehingga tidak menjustis semua pendamping di Papua Barat melakukan praktek demikian,” ujarnya.
Kalau pun ternyata setelah dicek kebenarannya, ada oknum yang demikian maka semestinya itu dijadikan sebagai bahan evaluasi bersama oleh pemerintah pusat mengapa itu bisa terjadi. Apakah karena honor mereka yang kurang atau operasional mereka tidak mencukupi, karena pastinya ada hukum sebab akibat di sana.
“Olehnya itu harapan saya mesti disikapi secara bijak oleh semua stakeholder yang ada, sehingga tidak bisa menyalahkan pendamping secara sepihak begitu saja,” tuturnya.
Yang jelas, ia kecewa karena di satu sisi yang berkapasitas sebagai ketua partai yang kebetulan Menterinya adalah kader PKB, “sehingga lewat akses politik itu saya sedang intens dan konsent memperjuangkan untuk bagaimana Pemerintah Pusat melalui Kementerian PDTT bisa mengalokasikan anggaran lebih kepada para pendamping supaya kerja-kerja mereka lebih maksimal di lapangan, tetapi justru dilemahkan oleh perwakilan kita sendiri dari Papua Barat di Senayan,” tegas Ketua DPW PKB Papua Barat itu.
Kalau soal pernyataan beliau yang menyatakan bahwa PKB tidak ada hubungan politik dengan dengan pendamping, Gazam membenarkan itu karena faktanya kalau sekiranya pendamping itu bersinergis politik dengan PKB tentu pada pemilu 2019 yang lalu PKB mendulang suara dan kursi yang banyak di Papua Barat, tapi toh tidak demikian. Itu artinya bahwa PKB sama sekali tidak memanfaatkan itu sebagai kepentingan politik PKB, tapi yang PKB perjuangkan adalah soal kesejahteraan para pendamping dengan tugas dan tanggung jawab besar yang mereka pikul.
“Intinya kalau bagian ini saya sependapat dan berterima kasih kepada Pak Jimmy tapi tidak sepakat soal kesejahteraan pendamping desa yang disampaikan dalam Raker tersebut,” tutup Ketua Komisi 1 DPR Papua Barat asal PKB. (ist/Azrul)