BINTUNI, kadatebintuni.com ~ Situasi dan kondisi daerah kabupaten Teluk Bintuni yang tergambar saat ini, menunjukan beragam fenomena. Pendapat pun terus berkembang, baik dari kalangan pengamat, pemerintah, maupun masyarakat.
Berbicara dari sisi anak Teluk Bintuni, dan Budayawan, Ahmad Subuh Refideso,S.Hi mengomentari fenomena yang terjadi di Kabupaten ini sebagai krisis toleransi.
Ia mengatakan bahwa, suara-suara mengenai reformasi birokrasi, kadang di salah artikan. “Perlu di pahami bahwa, masyarakat dalam menyampaikan aspirasi sah-sah saja, namun, hendaknya menempatkan diri, apakah menjadi objek, atau subjek dalam pembangunan, yang perlu menjaga keseimbangan itu. Karena dalam membangun Bintuni, bukan hanya kepala daerah, melainkan semua aspek terlibat, dan saling mendukung,” ujar anak negeri Warga Nusa II, Distrik Kaitaro itu.
Ahmad, juga menambahkan yang perlu diingat adalah penyusunan program dalam birokrasi, bukan serta-merta seorang kepala daerah, namun, adalah program disusun oleh seluruh organisasi perangkat daerah (OPD), dan jika ada perbedaan pandangan, ini adalah hal yang biasa dalam birokrasi.
Ditanya mengenai situasi ekonomi di bintuni, berikut reaksi masyarakat. Ahmad Subuh mengutarakan bahwa, kebiasaan menjadi faktor perilaku. ” Bukan kali ini saja, nasional mengalami “economy collapse”, beberapa dekade lalu, hal ini telah berulang terjadi. Saya lebih melihat kecenderungan masyarakat, karena terbiasa dengan situasi ekonomi kondusif, sebagai contoh, anak kecil saja biasa pegang uang jajan sampai Rp 50 ribu.
Nah, hal ini, tentu akan menimbulkan reaksi, dikala terjadi perubahan terhadap kebiasaan tersebut. Sehingga muncullah pendapat-pendapat kontradiktif, ” ujarnya.
Kendati demikian, dirinya optimis bahwa kondisi akan segera membaik. “Terlepas dari hal itu, kita sebagai masyarakat kabupaten Teluk Bintuni, harus yakin dan optimis, mendukung pembangunan Bintuni. Secara pribadi, saya optimis kondisi akan segera menunjukan perbaikan,” pungkasnya. [Baim]