BOGOR – Beredar kabar, besok, tanggal 11 November 2024, aksi Demo masyarakat Desa Nagrak Kabupaten Bogor bakal menjadi sorotan khusus ribuan media logal dan media nasional, terkait sengketa lahan Masyarakat yang hingga kini belum mendapat ganti rugi dari pihak Summarecon Bogor yang telah membangun perumahan di area mereka.
Bocoran informasi inipun telah diketahui pihak-pihak terkait termasuk TNI/Polri, pihak yang berkaitan seperti BPN, pemda dan Lembaga legistlatif di daerah itu, pemerintah pusat termasuk Summarecon Bogor sendiri. Masa yang diperkirakan hadir dalam aksi demo besar-besaran itu bisa mencapai ribuan orang.
Berdasarkan informasi resmi yang diketahui media ini di Bogor pada minggu (10/11/24) melalui tim kuasa Hukum Ahli Waris Niko Mamesah, Martinus Siki dan Aloysius Abi, adapun yang menjadi tuntutan dalam aksi besok nanti.
Pertama: Bahwa tanah sengketa antara ahli waris Niko Mamesah pemilik 12 SHM tahun1972, sampai saat ini belum pernah menjual, mengalihkan haknya, atau memberi kuasa kepada siapapun untuk mengalihkan hak. Saat ini muncul surat Kuasa jual atau Surat Kuasa Mutlak dibawah tangan tanpa ditandatangani oleh para pihak, tidak ada persetujuan dari Istri, tidak bermaterai, dimana dan kapan dibuatnya atau tidak bertanggal namun Notaris IMAS FATIMA, SH di Jakarta meletakkan dalam Akta SPH tahun 1975 dan terjadi SPH. Dan di tahun 2012 antara PT. Gunung Geulis Sentra Rekreasi melepaskan haknya kepada PT. Harmoni berubah nama menjadi PT. kencana jaya properti Agung /PT.KJPA, dan di tahun 2013 PT. KJPA di AKUISISI oleh Group PT. SUMMARECON AGUNG Tbk.
Kedua: Bahwa ada banyak SPH antara PT. dgn PT. niat dan tujuan mereka SPH hanya untuk mengaburkan aja hak milik tahun 1972 karena pemilik PT yang sama yaitu Mulyadi Budiman pemilik Golf Gunung Geulis yang berdampingan dengan tanah sengketa.
Ketiga: Bahwa dalam perjalanan ahli waris Niko Mamesah mencari keadilan di BPN Kab. Bogor tahun 2014 menemukan banyak kejanggalan di antaranya: warkah buku tanah tidak ada perubahan atau peralihan hak, tidak di temukan satu bukti akta jual beli yang di tandatangani oleh Niko Mamesah, ditemukan surat kuasa mutlak di bawa tangan untuk menjual, ditemukan AKTA SPH tahun 1975.
Keempat: Bahwa pada tahun 2015 oleh PT. Kencana memohon SHGB ke BPN Bogor dgn Akta SPH tahun 2012 dan proses ini sangat tertutup oleh BPN Kab. Bogor dan Surat Keputusan / SK Penerbitan SHGB dari KANWIL BPN JAWA BARAT tahun 2015.
Proses ini tidak ada pemberitahuan kepada ahli waris atau pengumuman, sedangkan oleh BPN Bogor sudah memanggil para ahli waris Niko Mamesah utk mediasi dan para ahli waris menyatakan dengan tegas bahwa orang tua mereka semasa hidupnya tidak pernah menjual, mengalihkan hak atau memberi kuasa kepada orang lain untuk menjual, dan SPH tahun 1975 itu tidak benar penuh rekayasa karena berdasarkan pada surat kuasa mutlak, dan orang tua ahli waris tidak pernah memberi atau membuat, tidak ada persetujuan istri, dimana dibuatnya, dan kapan dibuatnya, tidak bermaterai dan hasil penjualan tanah di berikan kepada siapa atau ditransfer kemana, semua tidak Jelas dan hanya rekayasa dari para Oknum mafia tanah.
Untuk itu mereka meminta kepada Pj. Bupati bogor dan Ketua DPRD Kab. Bogor, untuk menghentikan segala Kegiatan pembangunan di perumahan Summarecon Bogor Karena sedang ada Gugatan perdata di Pengadilan Negeri Cibinong bogor.
Masa aksi akan meminta kepada Pj. Bupati Bogor dan Ketua DPRD Kab. Bogor untuk menyegel bangunan liar / ilegal di Perumahan Summarecon Bogor, karena tanah masih bersengketa dengan ahli waris pemilik SHM tahun 1972.
Masa aksi akan meminta kepada Pj. Bupati Bogor dan Ketua DPRD Kab. Bogor untuk memproses hukum Oknum- oknum yang ada di dinas perijinan karena diduga ada suap/ gratifikasi dalam proses pemberian Ijin Membangun kepada PT. Summarecon bogor dan mendesak Summarecon Bogor membayar kepada ahli waris pemilik SHM th 1972 dan memberi ganti rugi kepada Para penggarap masyarakat Desa Nagrak yang sudah turun temurun menggarap tanah yang di beri Ijin garap oleh niko mamesah pemilik SHM tahun 1972.
Beberapa tuntutan lainnya diantaranya;
- Meminta kepada Pj. Bupati Bogor dan ketua DPRD Kab. Bogor, untuk mendesak Summarecon Bogor mengembalikan jalan masyarakat yg sudah menjadi Fasilitas Umum Fasum namun belakangan di ambil oleh Summarecon Bogor tanpa memberi kompensasi atau Risallah.
- Karena Summarecon Bogor telah mencaplok hak masyarakat desa Nagrak dan pemilik SHM tahun 1972, kami minta kepada Pj. Bupati Bogor untuk tidak memproses lebih lanjut perijinan yg di mohon oleh Summarecon Bogor sampai dgn putusan perkara No. 442 /Pdt.G/2024/Pn.Cbi. berkekuatan Hukum Tetap.
- Agar tidak terjadi banyak kerugian di tanah obyek sengketa kami mohon untuk segera menghentikan segala kegiatan pembangunan unit Perumahan Summarecon Bogor, agar tidak banyak jatuh korban seperti konsumen.
- Mereka Ingatkan Pemerintah Daerah utk melindungi rakyatnya dari perampasan tanah oleh Oknum- Oknum PT dan kami mengajak Pj. Bupati Bogor dan Ketua DPRD utk bersama Masyarakat Desa Nagrak Kab. Bogor, melawan mafia tanah.
Perjuangan ahli waris Niko Mamesah ini sekaligus menjadi pesan kepada Presiden RI, Prabowo Subinato, bahwa rakyat kecil harus di Lindungi dari Mafia Tanah, dan mereka mengharapkan Pj. Bupati Bogor dan ketua DPRD mengimplementasikan pesan Presiden tersebut.
Bahwa mereka gabungan masyarakat Indonesia Timur tetap memperjuangkan hak dan kepentingan hukum klein mereka dan masyarakat Desa Nagrak yang haknya di rampas oleh pengembang.
“Dan kami akan datang di Area sengketa untuk aksi dengan gabungan masa kurang lebih 2000 orang dan kamipun akan datang lagi ke Pemda untuk menuntut sampai permintaan kami di kabulkan dan/atau hak- hak ahli waris dan para penggarap di bayar oleh summarecon bogor”, ungkap kuasa hukum dari kantor hukum” MARTINUS SIKI, SH.,MH & REKAN”. (tim-red)