JAKARTA | kadatebintuni.com ~ CEO dari Kitong Bisa, sebuah organisasi sosial yang mendorong pemerataan Pendidikan dan Mendidik kewirausahaan di Papua: Billy Mambrasar, mengkritik pendekatan pemerintah pusat selama ini, terkait penyediaan lapangan pekerjaan untuk anak muda Papua.
Billy yang saat ini bekerja dengan 158 relawan, mendidik lebih dari 1,000 anak didik di dua Provinsi di Tanah Papua itu dalam sebuah sesi di Panggung Utama, bersama dengan Kementerian Sosial, Direktur Perusahaan kosmetik nasional ternama: Martha Tilaar, dan Direktur Usaha Sosial: Thisable Enterprise, Billy memberikan masukan strategis kepada pemerintah, dan mitra pembangunan lain, untuk menurunkan angka pengangguran di Indonesia Timur, seperti NTT, Maluku dan Papua.
Pada helatan akbar dari Kementerian Bappenas itu, di panggung yang sama, berbicara pula: Menteri Pembangunan Desa Tertinggal, Menteri Bappenas, CEO Buka Lapak, Wakil Presiden Indonesia, CEO General Electric Indonesia, dan sederet tokoh ternama Indonesia dalam dunia pemerintahan, bisnis, maupun Yayasan sosial. Billy Mambrasar didapuk mengisi sesi dengan tajuk: “Pekerjaan Untuk Semua”.
Dalam kesempatan tersebut, Billy memberikan kritik positif kepada pemerintah daerah di Papua, yang sibuk mengirimkan anak-anak muda Indonesia sekolah formal, bahkan sampai ke luar negeri, tetapi kemudian ketika kembali mereka menggangur, atau bingung mau mengerjakan hal apa yang relevan dengan jurusannya.
“Menurut saya, karena mungkin walaupun di luar negeri, anak-anak tersebut belajar di institusi yang tidak memiliki ranking, atau terakreditasi. Perlu diingat, bahwa tidak semua kampus di luar negeri itu bagus. Mereka juga tidak banyak beraktifitas untuk pemenuhan keahlian interpersonal, sehingga ketika kembali mereka jadi pengangguran dengan gelar tersebut,” ujar Mahasiswa Universitas Oxford, Inggris ini dengan tegas.
Dalam sesi wawancara yang dipandu dari CNN Indonesia: Fanni Imaniar, Billy menambahkan penjelasan bahwa sejatinya anak-anak muda Indonesia paham dulu apa itu esensi atau filosofi Pendidikan. Aktifis muda yang akan melanjutkan studinya di Universitas Harvard tahun depan ini ini menegaskan bahwa Pendidikan itu adalah untuk memiliki sebuah keterampilan yang dapat dipergunakan untuk bertahan hidup.
“Pendidikan itu bukan untuk dapat Ijazah, lalu mengunakannya untuk mencari pekerjaan. Coba Contoh Zakki, founder Buka Lapak, teman saya di ITB dulu, yang setelah lulus, tidak mencari-cari pekerjaan, tetapi membuat pekerjaan untuk dirinya sendiri, sehingga lahirlah perusahaan besar Indonesia saat ini: Buka Lapak. Juga saya sebagai contoh, memutuskan berhenti menjadi seorang karyawan di perusahaan migas, dan saat ini menjadi aktifis sosial sekaligus konsultan lepas, membantu berbagai sektor membuat rencana keberlanjutan perusahaan atau institusinya,” ujar Putra asli Papua ini dengan penuh semangat menikmati kebebasannya.
Billy menambahkan, apabila tidak ada pekerjaan dan kesibukan, maka cenderung anak-anak Muda Papua tersebut akan lebih muda terseret ke gerakan-gerakan negatif seperti ekstrimisme, separatism, narkoba, dan kriminal. Oleh sebab itu, penting untuk menyelesaikan permasalahan sosial ini.
“Saya berharap pemerintah dapat menelurkan kebijakan untuk menumbuhkan industri dan ekonomi di Timur Indonesia, seperti di Papua, yang kemudian melahirkan banyak kesempatan kerja serta pebisnis-pebisnis muda, agar anak-anak Indonesia Timur yang telah belajar di seluruh dunia, tidak tinggal di Jawa, tetapi pulang dan membangun daerahnya, dan ini akan mendorong pemerataan pembangunan Indonesia, ” saran Billy.
Acara Indonesia Development Forum 2019 merupakan acara tetap tahunan, dengan Kementerian Bappenas sebagai Tuan Rumah, bekerja sama dengan Pemerintah Australia, dan di jalankan oleh sebuah Think Tank: Knowledge Sector Initiative, berlangsung di JCC Jakarta Pusat, dari tanggal 22-23 Juli 2019 lalu.
Acara ini mengumpulkan sektor pemerintah, sektor swasta, dan penggerak-penggerak pembangunan seluruh Indonesia untuk berdiskusi dan berjejaring untuk mendorong pembangunan di Indonesia. [***/Daniel]