Catatan Perjalanan Fren Lutruntuhluy
Publik di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat benar-benar dikagetkan dan sontak menjadi viral di media, lantaran kedatangan Ali Ibrahim Bauw dan Yohanis Manibuy pada tanggal 16 Juli 2020 itu.
Pasangan Ali Ibrahim Bauw dan Yohanis Manibuy akronim AYo berhasil membawa rekomendasi partai yang mengusung paket ini dalam perhelatan pilkada pada desember 2020 nanti. Padahal, beredar kabar pilkada di daerah itu bakal tidak ada pesaing yang bisa berlawanan dengan incumbet alias kotak kosong.
Beberapa media nasional dan lokal ikut memantau situasi kota Bintuni yang begitu ramai bahkan macet terjadi di hampir seluruh ruas jalan lantaran ada pesona dan luapan cinta yang terpendam di hati rakyat Bintuni yang begitu merindukan perubahan.
Saya tidak habis berfikir situasi itu bisa terjadi sementara kedatangan ini tanpa sebuah perencanaan yang matang. Ini yang saya anggap strategi perpaduan rasa dan kadar politik mampu menyatuhkan perbedaan disana.
Ada cerita menarik dan pahit dua putera Teluk Bintuni ini mengapa berhasil membawakan rekomendasi partai politik, padahal, upaya mereka ini mendapat tamparan keras dengan isu-isu “menyesatkan” belum lagi akibat dampak Corona langkah mereka terasa pendek dalam urusan ini di Jakarta selama berbulan-bulan.
Singkat kata, anda bisa membayangkan hanya bermodalkan keyakinan dan rasa terpanggil tanpa dukungan finansial yang kuat, niat mereka inipun berbuah manis, meskipun proses ini baru memenuhi progres awal.
Saya memiliki cerita yang luar biasa ketika kedatangan ke kota Bintuni ini adalah untuk pertama kalinya, tetapi sekaligus meninggalkan cerita yang luar biasa bahwasanya rakyat di Papua pada umumnya dan khusus Teluk Bintuni memiliki kadar dan rasa perbedaan yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia.
Mereka bahkan mampu merawat perbedaan itu sampai pada tingkat bagaimana mencari sosok pemimpin. Barangkali dalam sejarah, Bintuni kali ini menghadirkan pemimpin yang lebih memperkuat aspek kultural, budaya dan “agama saudara” yang ada disana. Ini sangat menarik dan bakal menjadi pelajaran politik di tanah air, bahwa simbol Bhineka Tunggal Ika dalam bingkai perbedaan itu, Kabupaten teluk Bintuni bakal menjadi parameternya.
Catatan perjalanan saya ini tentu tidak menyentuh aspek menang atau kalah dalam kontestasi ini, tetapi setidaknya saya sampaikan kolaborasi politik yang dibangun oleh Edison Orocomna sebagai Ketua DPD Partai Perindo Teluk Bintuni dan motor penggerak utama koalisi ini betul-betul memiliki naluri politik yang begitu tajam.
Edison Orocomna memahami benar, bagaimana rasa cinta rakyat di Kabupaten itu terhadap kedua pasangan ini. Selain karena sifat asli kedua pasangan ini paling cepat berbaur dengan siapa saja, tetapi lebih dari itu Edison Orocomna melihat aspek perbedaan itu menjadi potensi besar membenahi pemerintahan disana.
Beberapa orang saya sempat bercerita dengan mereka tentang riwayat politik di Kabupaten ini yang sangat sulit ditebak, ada bebera catatan kritis, pertama, pernah dipasang salah satu karateker di daerah itu sebagai anak tangga pertama untuk seterusnya memimpin, tetapi itu tidak berhasil. Orang yang memiliki uang yang cukup juga tidak menjamin, bahkan lawan politik yang meskipun menguasai panggung kekuasaan pernah mengalami nasib yang kurang baik dalam sebuah perhelatan politik.
Saya kemudian melihatnya bahwa intisari rakyat memilih itu tidak karena uang, tetapi menginginkan damai.
Saya pernah menulis di salah satu media nasional tentang mengapa manusia lalai melihat esensi hidupnya dan mereka selalu berada pada dikotomi kelompok dan nalar politik yang matematis dan meninggalkan tujuan mereka.
Waktu itu tepat pada hari raya kurban, ketika saat itu banyak orang sibuk dan panik mencari keadilan dan harus menentukan pilihan. Tulisan saya itu tentang bagaimana cerita Nabi Abraham mempersembahkan anaknya kepada Allah. Pada tulisan itu saya menegaskan bahwa esensi Allah menguji Iman Abraham itu hanya dalam dimensi ingin melihat sejauhmana ketekunan Iman Abraham, dan bukan tentang anak siapa yang menjadi pilihan Abraham untuk dipersembahkan.
Catatan ini mengingatkan kita bahwa peristiwa politik di Kabupaten Bintuni ingin menjawab kuatnya kerinduan dan rasa cinta rakyat yang begitu menginginkan hadirnya pemimpin yang menyatuhkan perbedaan itu. Saya kira hanya itu saja yang saya tangkap ketika melihat ekspersi dan emosi jiwa di hati rakyat ketika kemarin mereka begitu berharap Ali Ibrahim Bauw dan Yohanis Manubuy menjadi penyejuk rasa persaudaraan lima tahun mendatang. (*)