BINTUNI, kadatebintuni.com ~ Sore itu di saat matahari perlahan tergelincir, terdengar deru ban mobil yang beradu dengan kerikil jalanan sekali-kali, Iwan, sang pengemudi menambah laju kecepatan mobil dua kabinnya agar sampai di tempat tujuan.
Meski debu tebal akibat, jalan yang belum teraspal, dan jurang yang menganga tanpa pembatas menjadi suatu tantangan tersendiri, namun tak menyurutkan para pelintas untuk tetap hilir mudik.
Yah, jalanan Lintas (Trans) yang menghubungkan kabupaten Teluk Bintuni dan kabupaten Manokwari, terhampar sejauh 303,8 KM dengan waktu tempuh normal sekitar 8 jam. Namun terkadang jika cuaca sedang bagus atau kecepatan di tambah bisa sampai 6 jam tempuh.
Kondisi jalanan yang hanya mengizinkan mobil Four-Wheel-Drive (4 WD), jenis Hilux, Triton, atau Hartop untuk dapat menjajakinya. Itupun sudah tidak menggunakan ban standard.
Pilihan melintasi jalur darat lebih diminati para pelintas, bukan karena itu adalah alternatif satu-satunya. Namun, alternatif ini dinilai lebih murah, dekat, dan on-time, jika dibandingkan jalur laut atau udara.
Kendati jalanan yang “Ramah” ini, selalu di lakukan perbaikan-perbaikan dan peningkatan kualitas, apalagi jalan ini masuk program Nawacita Presiden Jokowi. Namun, tak bisa di pungkiri bahwa, lebih banyak jalanan berlapis tanah merah, berbatu, lumpur, dari pada berlapis Aspal, ” Paling parah di daerah Pintu Batu, Kampung Tahota, dan lumpur Panjang,” terang Iwan, yang mengaku dilema.
Disatu sisi memang menginginkan jalanan lebih cepat di aspal, namun disisi lainnya, bila jalanan di aspal semua, maka bukan tidak mungkin para juru mudi mobil double kabin akan kehilangan mata pencariannya.
Namun diakuinya bahwa lebih nyaman jalanan saat ini, ketimbang beberapa waktu lalu, dimana waktu tempuh tidak dapat di prediksi, bahkan mengantri, karena kondisi ruas jalan yang parah.
“Pengaspalan masih terkendala, karena ini adalah jalanan perusahaan, masih di kontrak, dan kontraknya, baru berakhir di tahun 2023 mendatang. Semenjak di buka oleh perusahaan kayu lapis Henrison, sekitar tahun 1987 silam, jalanan ini berpindah-pindah perusahaan pengelola,” timpal Simion Iba, salah seorang masyarakat yang mengakui pernah bekerja di perusahaan Henrison beberapa waktu lalu.
Terkesan tidak eksplisit memang, namun itulah cerita yang terdengar samar dan jelas dari jalanan Trans Bintuni – Manokwari. [Baim]