BINTUNI, kadatebintuni.com~ Kebijakan menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang di rencanakan naik 10,3 % menjadi Rp.2.934.500, oleh Dewan Pengupahan Provinsi Papua Barat, yang berlaku untuk tahun 2019 nanti, dari nilai Rp.2.667.000, di tahun 2018.
Namun keputusan ini, masih menimbulkan pro dan kontra, seperti yang dikatakan Englebert Nibaley, Ketua Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Teluk Bintuni kepada kadatebintuni.com, Jumat (09/11).
Englebert Nibaley memandang bahwa kebijakan penetapan UMP perlu direvisi, karena dirinya menilai upah masih di bawah standarisasi kebutuhan layak hidup. “GSBI Papua Barat, sedang mendorong ke PTUN untuk proses lanjutnya, karena terlalu kecil untuk biaya kebutuhan ekonomi,” terangnya.
“Saya menilai, bahwa ketetapan PP 78, Tahun 2015, bertentangan dengan UU Buruh, maka jelas kami menolak. Kami menilai bahwa pemerintah sengaja membatasi trias kenaikan upah, oleh karena itu, negara melindungi Pengusaha dan menelantarkan Buruh,” tegasnya lagi.
Sedangkan, untuk gerakan di wilayah Teluk Bintuni sendiri, Englebert berharap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Teluk Bintuni. “Saya harap Disnaker berada ditempat, sehingga kami akan lakukan pembicaraan, dalam kaitannya mendorong UMR Sektoral, dengan membentuk dewan pengupahan tingkat Kabupaten. Semua ini atas edaran Menteri Tenaga Kerja, jadi Disnaker jangan tutup telinga, tetapi mari kita kerja sama untuk membangun buruh yang sejahtera,” imbuhnya.
Menyikapi mengenai SK yang telah ditandatangi Gubernur Papua Barat, Engelbert katakan, “ada kekhususan bagi Papua yg harus di perhatikan, kami minta Gubernur segera meninjau ulang SK Dewan Pengupahan Provinsi Papua Barat,” pungkasnya.
Sementara itu, mengutip apa yang disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Papua Barat, Paskalina Yamlean, yang mengatakan, SK sudah ditandatangani gubernur. “Bapak gubernur sudah menandatangani SK (surat keputusan) UMP baru kita. Sudah sah per 1 November 2018,” katanya di Manokwari.
Menurutnya, perusahaan atau badan usaha bisa mengajukan penangguhan jika merasa belum mampu membayar gaji karyawan sesuai UMP. “Pengajuan penangguhan diserahkan ke Disnakertrans, selanjutnya kami akan datang melakukan pemeriksaan di perusahaan yang bersangkutan. Kami tidak mau ada klaim sepihak,” ujarnya.
Disnakertrans memberi waktu kepada setiap badan usaha yang akan melakukan penangguhan hingga 1 Januari 2019. Setelah 1 Januari pengajuan penangguhan akan ditolak.
“Kalau mau menangguhkan penerapan UMP ajukan dari sekarang, nanti kami kirim tim untuk memeriksa perusahaan. Kalau tidak ada yang mengajukan kami anggap semua mampu membayar karyawan sesuai UMP,” tandasnya. [Baim]