Bintuni (KADATE) – Kondisi keuangan daerah kabupaten Teluk Bintuni yang dikeluhkan berbagai lapisan masyarakat, tak terkecuali pelaku dunia usaha karena perputaran ekonomi yang dirasa seperti berjalan ditempat. Regulasi ekonomi yang terkesan tidak menunjukan keefektifan menuju perbaikan, bahkan tidak menutup kemungkinan para investor kecil terpaksa angkat kaki, akibat tidak dapatnya bertahan dari lambatnya money role atau putaran uang yang terjadi di Bintuni.
Seperti yang dituturkan beberapa masyarakat yang di wawancarai media ini. “Proyek tidak jalan, daya beli masyarakat berkurang, ekonomi kian lesu, ” tutur salah seorang pengusaha yang memilih tidak menyebutkan identitasnya.
Bahkan beberapa kali masyarakat menduduki kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Teluk Bintuni untuk menanyakan bahkan menyuarakan kegusarannya.
Menanggapi hal ini, Anggota DPR Papua Barat yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) V meliputi Teluk Bintuni, Fakfak, Kaimana dan Teluk Wondama, Robert Manibuy, SH, MM yang juga sebagai Wakil Ketua II DPR Papua Barat menduga adanya kesalahan managemen dalam mengelola keuangan di daerah, komentarnya saat di wawancara pada sela kegiatannya di Swissbel hotel Manokwari.
“Hal yang terjadi ini, adalah mungkin ada sedikit kekeliruan dalam masalah penganggaran, kesalahan hitung-hitungan juga menjadi faktor utama, atau penganggaran sudah benar, namun salah penggunaan, tentu kita butuh fakta yang lebih menguatkan, karena yang lebih tahu, tentu pemerintahan di Bintuni.
Sehingga saat ini, sebaiknya di sikapi dengan jangan saling menuding, antara pihak eksekutif, maupun legislatif. Tapi, perlunya duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini,” terang Roberth Manibuy.
Saat ditanya mengenai apakah kejadian yang terjadi di Bintuni, juga merupakan rangkaian kejadian berskala nasional, dengan tegas Robert megatakan bahwa tidak.
“Tidak !!, ini bukan permasalahan nasional, buktinya bahwa jika di flashback kebelakang, Bintuni dulu dengan anggaran yang lebih kecil dari saat ini, tidak timbul permasalahaan seperti ini. Sistem penganggaran kali ini yang kurang hati-hati.
Jika ini adalah permasalahan nasional berarti ada banyak kabupaten lain bukan hanya Bintuni,” terangnya yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Teluk Bintuni selama dua periode tersebut.
Memberikan contoh, “pada saat terjadinya kehabisan BBM untuk transportasi masyarakat Bintuni, ini adalah contoh kesalahan berhitung, bukan berarti solarnya habis, tapi bagaimana ada dana untuk membeli bahan bakar,” pungkas Alumnus S-2 STIE Artha Boedi Iswara Surabaya itu.
Sememtara itu, keterangan pemerintah Teluk Bintuni, beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa keterlambatan transfer dari pusat adalah salah satu faktor penyebab kondisi keuangan tidak stabil di Teluk Bintuni. [Baim]