Kampanye Anti suap dan korupsi dilakukan berbagai kalangan di dunia termasuk indonesia, organisasi nirlaba, pemerintah dan dunia usaha terutama perusahaan-perusahaan raksasa. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang usaha Migas misalnya, melalui standart internasional menerapkan sistim kontrol anti suap dan korupsi dalam berbisnis.
Salah satu perusahaan bertaraf internasional yang saat ini sebagai operator kilang Tangguh LNG yaitu BP, perusahaan yang cukup dikenal luas ini memiliki standart tinggi dalam memerangi suap dan korupsi dalam proses bisnis yang dilakukannya.
Dengan mentaati hukum dan peraturan indonesia tentang korupsi dan hukum internasional termasuk UK Bribery Act dan Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) milik Amerika Serikat, BP Indonesia menyeleksi ketat kontraktor yang hendak bekerjasama dalam bisnisnya karena menyangkut reputasi dan resiko hukum. BP membuat kategori kontraktor berdasarkan tingkat resiko Anti Bribery and Corruption yang dikenal dengan ABC.
BP Indonesia tidak mentolerir (dikenal zero tolerance) suap dan korupsi dan penerapan sistem penilaian resiko ABC yang ketat, melalui tim Ethics & Campliancenya tiap tahun menyelenggarakan “Code of Canduc Forum bagi seluruh kontraktor dan suplaier aktif, juga selenggarakan lokakarya dan training kepada kontraktor tentang kepatuhan ABC.
Dalam sistus web BP Indonesia menuliskan bahwa jalan masih panjang untuk membasmi suap dan korupsi secara keseluruhan di Indonesia, namun BP telah menunjukkan bahwa perusahaan memiliki keberanian dan komitmen dengan terus memperkuat pendekatan zero tolerance terhadap pelanggaran ABC, dan BP berkomitmen untuk memastikan seluruh bisnis BP di Indonesia memberi manfaat tidak hanya bagi perusahaan namun juga bagi negara secara keseluruhan.
Namum di balik gencarnya kampanye dan penerapan sisitim anti suap dan korupsi perusahaan Migas tersebut, BPK Republik Indonesia menemukan korupsi sistimatis yang dilakukan perusahaan-perusahaan raksasa migas ini melalui cost recovery penggantian biaya operasional empat blok migas, menyebabkan kerugian negara atau penerimaan negara bukan pajak PNBP hilang sebesar Rp.674,60 miliar.
Perusahaan-perusahaan Migas itu adalah 1) Perusahaan Vico Indonesia di Blok Sanga-Sanga. 2) Perusahaan BP Berau Ltd (dikenal sebutan BP Indonesia) pada Blok Berau, Muturi dan Wiriagar Offshore LNG Tangguh. 3) Chevron Indonesia Campany CICo pada Blok East Kalimatan, dan 4) PT Medco E&O Rimau di Rimau Blok Onshore.
Anggita Rezki Amelia menulis “Potensi berkurangnya PNBP Migas dari kelebihan pembebanan cost recovery,” dikutip dari IHPS II tahun 2017. Dia merincikan, biaya yang tidak semestinya dibebankan cost recovery oleh VICO Indonesia sebesar Rp 620,97 juta dan US$29,28 ribu. Kemudian, BP Berau Ltd sebesar Rp 931,89 juta dan US$35.241,62 ribu. Sedangkan Chevron sebesar US$13.418,32 ribu dan PT Medco E&P Rimau sebesar Rp 2.043,78 juta dan US$839,25 ribu.
Adapun pelanggaran BP Berau Ltd (BP Indonesia) melanggar hukum anti suap dan carupsi, ada lima yang dilakukan. Pertama, pemberian remunerasi kepada tenaga kerja asing (TKA) yang tidak sesuai dengan PP Nomor 79 Tahun 2010. Kedua, realisasi biaya atas 4 AFE melampaui batas 110% dari nilai AFE yang disetujui SKK Migas. Ketiga, sisa bahan bakar yang ada di kapal saat kapal offhire belum diperhitungkan sebagai pengurang cost recovery tahun 2016.
Keempat, terdapat perbedaan yang melebihi toleransi 0,5% atas pengadaan bahan bakar pada delapan kali pelayaran (shipment) selama tahun 2016. Kelima, komponen biaya direct charges teknologi informasi untuk tahun 2013-2016 tidak mendukung operasional kontraktor dan tidak jelas perinciannya.
Sementara VICO memiliki tiga kesalahan. Pertama, pembebanan biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) heavy equipments yang lebih tinggi daripada yang dikeluarkan Pertamina/ pemerintah. Kedua, kelebihan pembayaran jasa sewa rig PT PDSI untuk periode service Januari 2016. Ketiga, kelebihan pembayaran atas jasa sewa sea truck dalam posisi tidak beroperasi (standby) di tempat penyerahan dan pengembalian kapal-kapal jasa reguler dan panggilan.
Sedangkan Chevron di Blok East Kalimantan, ada 10 kesalahan yang dilakukan salah satunya adalah pembebanan atas pembayaran tunjangan PPh Pasal 21 kepada 98 Tenaga Kerja Asing (TKA) pada biaya operasi. Dan PT Medco E&P Rimau ada enam kesalahan, satu di antaranya pembebanan biaya administrasi dan biaya bunga bank dari Program rencana kepemilikan rumah dan mobil (Housing Ownership Plan dan Car Ownership) yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010.
Apa dan bagaimana SKK Migas menindaklanjuti Rekomendasi BPK atas temuan ini, rekomendasi itu antara lain adalah menunda pembebanan biaya remunerasi, home maintenance allowance dan storage TKA yang melebihi tarif, serta pembebanan pengeluaran AFE (Authorization for Expenditure) yang belum disetujui SKK Migas.
Apa sangsi bagi BP sendiri bila melakukan pelanggaran peraturan dan hukum yang dibuatnya, haruskah secara jujur mengakui dan angkat kaki atau kambingkan hitam orangnya?
Nantikan tulisan hengki yosef wakum *) berikutnya seputar bisnis BP Projeck LNG Tangguh dan Pekerja Papua pada edisi berikut?
*). Aktivis LSM di Tanah Papua