BINTUNI, kadatebintuni.com ~ Tinggal mengitung hari, menuju pesta demokrasi, pemilihan umum (Pemilu) yang menentukan nasib bangsa dan negara, nasib daerah provinsi, dan nasib daerah kabupaten/kota untuk 5 tahun kedepan. Sebagian pemilih sudah siap untuk menentukan arah politiknya, dan sebagian lain masih ragu untuk menentukan pilihan.
Kampanye partai politik (Parpol) dan para Calon anggota Legislatif (Caleg) juga menjadi hal penting sebagai gambaran siap tidaknya seorang calon legislatif, meyakinkan pemilihnya, saat ikut bertarung dalam arena politik.
Mewawancarai salah seorang aktivis politik, Alexander Kolaai Narwadan di kediamannya, hari Sabtu 13 April 2019. Alex mengemukakan bahwa, Kampanye adalah dimana saatnya rakyat melihat wakil rakyat yang akan mewakilinya.
“Saya melihat mayoritas panggung kampanye disalah tafsirkan, dimana bukannya menyampaikan gambaran programnya, malah para caleg menabur janji-janji dan angan-angan yang keluar dari rell tugas dan fungsi sebagai Calon legislatif.
Seharusnya, wakil rakyat mengkampanyekan visi misi yang rasional, serta tugas dan fungsinya sebagai anggota DPR, melahirkan peraturan daerah yang seperti apa. Bukan malah berorasi menjanjikan pembangunan parit, rumah sosial, janji proyek, marah-marah Bupati, ini sudah menyimpang karena memang bukan tugas anggota DPR, “tuturnya.
Sementara itu, dalam urusan memilih wakil rakyat, tentu berpatokan dengan berbagai faktor dan alasan. Berbicara mengenai kriteria, menurut Alex, pemilih yang baik adalah pemilih yang tahu siapa wakil yang layak di perjuangkan.
“Demokrasi itu sebenarnya bukan pemerintahan rakyat, namun demokrasi adalah pemerintahan akal melalui rakyat, dimana akal lah yang menentukan pilihan. Untuk itu, selayaknya kita sebagai masyarakat yang memiliki hak berpolitik dalam konteks memilih figur wakil rakyat, harus cerdas.
Lihatlah calon legislatif yang memperjuangkan kepentingan rakyat, melalui program dan peraturan daerah yang akan dibuat. Bukan, janji proyek, janji-janji yang memang bukan tupoksi dari legislatif itu sendiri,” tuturnya.
Alex menambahkan, ” kriteria keberhasilan anggota legislatif adalah dari berapa Peraturan Daerah (Perda), yang dihasilkan selama dia menjabat. Kita bicara data, Bintuni dalam angka pertahun 2018, sangat jelas kita lihat, bahwa dari Peraturan Daerah yang di buat oleh Anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni, di tahun 2012 hanya dua perda, 2013 dua perda, 2014 5 buah perda, 2015 dua buah perda, ditahun 2016 tidak ada sama sekali perda yang dibuat, dan ditahun 2017 dua buah perda.”
Hal ini, jika dibandingkan dengan daerah lain yang pertahunnya dapat melahirkan begitu banyaknya perda, tentu saya nilai ini suatu kegagalan. Bagaimana dapat melakukan fungsi control jika peraturan saja tidak dibuat.
Jika kita tilik lebih dalam lagi, bukan sebuah rahasia bahwa pendistribusian sebuah paket bantuan, atau program sosial sering kali tidak tepat sasaran, pendidikan, perumahan sosial dan bantuan modal usaha misalnya, disinilah peran aktif anggota legislatif untuk menentukan kriteria penerima bantuan dengan Perda. Sehingga saat adanya indikasi pemberian bansos yang tidak tepat sasaran maka DPRD dapat melakukan fungsi controlnya.
Maka dari itu, pesan Alex, sudah saatnya rakyat jangan asal memilih karena melihat tokoh yang familliar saja, namun harus mengunci pilihannya yang dapat membawa Kabupaten ini khususnya menuju pemerataan Kesejahteraan, dengan memilih wakil rakyat yang tahu bagaimana peran dan fungsinya. [Baim]